Lagi asik-asik buka FB yang udah mulai lumutan disana sini, eeehhhh nemu catetan bagus di timeline, emang sih kiriman dari temen, tapi wajib dibaca oleh orang-orang kayak "GUE". eiiittzzsss bukan karna otak gue yang agak lari ini, tapi karena... uuummmmmm cukup mengharukan buat anak-anak bandel di luar sana termasuk gue dooong... okey ga usah banyak basa-basi lagi, check this out
“Dimana rumahmu Nak?”
Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka namanya tersohor
dikampusnya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis. Dengan segudang
kesibukan yang disebutnya amanah umat.
Orang bilang anakku seorang
aktivis. Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak?
Ibu bilang engkau
hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.
Anakku, sejak mereka
bilang engkau seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi ibu
seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti
betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang
bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu
dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah
dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan
waktu bersamamu nak,tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu
yang sia-sia.
Anakku, kita memang berada disatu atap nak, di
atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini. Tapi kini
dimanakah rumahmu nak? ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini.
Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah, dengan penuh doa agar
Allah senantiasa menjagamu.
Larut malam engkau kembali dengan wajah
kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi
mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu.
Ah, lagi-lagi ibu
terpaksa harus mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala
aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan
untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja, katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline.
Padahal, andai kau tahu nak,ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu
hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang
ibu yakin engkau pasti lebih tahu.
Ibu memang bukan aktivis sekaliber
engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu? yang 9 bulan waktumu engkau
habiskan didalam rahimku.
Anakku, ibu mendengar engkau sedang
begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib
organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu
.
Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau
menanyakan kabar ibumu ini nak?
Apakah engkau mengkhawatirkan ibu
seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu?
kapan terakhir
engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak?
Apakah adik-adikmu ini
tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak?
Anakku, ibu
sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak
produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu.
Memang
nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan
tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai
amanah yang harus kau lakukan.
Tapi bukankah keluargamu ini adalah
tugasmu juga nak? bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga
harus kau jaga nak?
Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu.
Buku agenda sang aktivis.
Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana
sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh
penting.
Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan
agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu.
Ibu membuka lagi lembar
demi lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada
disana.
Ternyata memang tak ada nak, tak ada agenda untuk bersama ibumu
yang renta ini.
Tak ada cita-cita untuk ibumu ini.
Padahal nak, andai
engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak ada cita dan agenda yang
lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda untukmu, putra kecilku.
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang
organisatoris yang profesional. Boleh ibu bertanya nak,dimana
profesionalitasmu untuk ibu?
dimana profesionalitasmu untuk keluarga?
Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau buat?
Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu.
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan
orang tercinta, ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak
maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa
hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih
malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
Buat Anak-anak yang ngerasa "SIBUK", hayati tulisan ini!!! WAJIB
Buat MY LOVELY MOMMY, I'M SO SORRY H-1 lebaran aku baru bisa pulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar